Pamit (Cerita Pendek)
Aku hanya bisa diam memandangnya pergi. Dengan mata yang basah dan tatapan nenar menyesali betapa bodohnya aku menangisi lelaki seperti dia. Terlihat hanya punggungnya dan dia tidak menoleh lagi. Sepertinya aku benar-benar ditinggalkan. Kalia, begitu teman-teman biasa memanggilku. Aku yang sering galau karena banyak dipermainkan. Memang dipermainkan itu sama sekali tidak menyenangkan. Dan ini bukan yang pertama kali bagiku. Sudah banyak lisan yang berkata bohong dan mata dengan tatapan ingin mengambil untung, tapi bodohnya aku yang masih bisa terbuai. Suatu pagi dengan langit berwarna biru langit dan aku berjalan sendiri dengan pelan tapi pasti. Aku berusaha tidak terlihat galau, tapi apalah daya ekspresi ini sangat familiar di mata teman-temanku. “Hei, Kal!”, suara Dania mengagetkanku. “Sudahlah, sekarang waktunya kamu belajar dari kesalahan Kal, kata Dania. Aku terdiam, bingung harus menjawab apa. Aku mengangguk saja. Belajar dari kesalahan memang hal yang tepat yang harus aku